KesehatanPendidikan

Masalah Kesehatan Mental Hantui Remaja Indonesia: 15,5 Juta Terdampak

Jakarta, GelarFakta – Satu dari tiga remaja Indonesia berusia 10-17 tahun mengalami masalah kesehatan mental. Angka tersebut setara dengan 15,5 juta remaja, ungkap Coach Bram G Wibisono, seorang Master Trainer ESQ Hypnotherapy.

Berbicara pada pelatihan coaching dan hypnotherapy yang diselenggarakan oleh ESQ Corp, Coach Bram mengungkapkan bahwa gangguan kesehatan mental di Indonesia pasca-pandemi meningkat 164,3%. Peningkatan ini disebabkan oleh dampak COVID-19 dan masalah sosial ekonomi yang menyertainya.

Pelatihan ini diadakan secara hybrid di Menara 165 Jakarta dan melalui Zoom, diikuti oleh 1025 Guru Bimbingan Konseling (BK) dari berbagai wilayah di Indonesia. Tema yang diusung adalah “Great Teacher as a Coach.”

Data dan Temuan

Menurut Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022, satu dari tiga remaja Indonesia berusia 10-17 tahun mengalami masalah kesehatan mental, setara dengan 15,5 juta remaja. Dari jumlah tersebut, 5,5% atau sekitar 4,9 juta remaja terdiagnosis memiliki gangguan mental sesuai dengan manual diagnostik global (DSM-5), atau dikenal sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Sementara itu, 34,9% atau sekitar 15,5 juta remaja terdiagnosis memiliki setidaknya satu masalah kesehatan mental, atau tergolong Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).

Jenis Gangguan Mental

Beberapa gangguan mental yang paling banyak dialami oleh anak dan remaja di Indonesia adalah:

– Gangguan kecemasan: 3,7%
– Depresi: Lebih dari 12 juta penduduk di atas 15 tahun
– Gangguan kecemasan mayor: 1,0%
– Gangguan perilaku: 0,9%
– PTSD dan ADHD: masing-masing 0,5%

Penyebab dan Dampak

Coach Bram menjelaskan bahwa penyebab utama masalah kesehatan mental pada remaja adalah tekanan akademik yang tinggi di rumah dan sekolah. Persaingan ketat dan ekspektasi yang tidak realistis dari sekolah dan orang tua dapat menyebabkan stres dan depresi. Pengalaman menjadi korban bullying juga berkontribusi signifikan terhadap masalah kesehatan mental remaja.

Masalah keluarga seperti konflik, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, atau kurangnya dukungan emosional juga menjadi faktor risiko. Selain itu, penggunaan media sosial yang berlebihan atau interaksi negatif di dunia maya dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi.

Gangguan identitas dan citra tubuh yang negatif juga dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental. Masalah-masalah ini dapat memengaruhi kesejahteraan dan prestasi akademik remaja, menghambat konsentrasi, belajar, dan partisipasi aktif dalam proses pendidikan.

Solusi dan Tindakan

“Bunuh diri menjadi penyebab kematian terbesar kedua pada usia 15-29 tahun, dengan lebih dari 800.000 kematian setiap tahunnya, 20% di antaranya adalah anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan mental,” ungkap Bram.

Tingkat kekerasan di sekolah juga mengkhawatirkan, dengan Indonesia berada di peringkat pertama dengan 84%, diikuti Vietnam dan Nepal 79%, Kamboja 73%, dan Pakistan 43%.

Menurut Bram, remaja menghabiskan sekitar 7 jam sehari di sekolah, menjadikan sekolah memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Oleh karena itu, keberadaan guru BK sangat penting, namun saat ini jumlahnya masih kurang memadai.

Langkah ke Depan

Untuk mengatasi darurat kesehatan mental ini, guru BK harus menjalankan tugas mereka dengan bahagia dan memiliki waktu untuk diri sendiri serta keluarga. Sekolah juga perlu menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan sejahtera agar siswa merasa lebih bahagia dan dapat belajar secara efektif.

ESQ Corp berkomitmen memberikan pelatihan dan pendampingan kepada guru BK untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam menangani masalah kesehatan mental. Pelatihan ini diharapkan dapat membantu mencapai tujuan memiliki SDM emas pada tahun 2045.

Bram G. Wibisono, Trainer Senior ESQ, mengutip Konfusius mengatakan, “Untuk menertibkan dunia, pertama-tama kita harus menertibkan bangsa. Untuk menertibkan bangsa, pertama-tama kita harus menertibkan keluarga. Untuk menertibkan keluarga, pertama-tama kita harus membina kehidupan pribadi kita, mengatur hati kita dengan benar terlebih dahulu.”

Dengan demikian, diharapkan para guru BK dapat berperan lebih efektif dalam membantu remaja mengatasi masalah kesehatan mental mereka, sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.(*/pty/kur)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button