Kasus Jessica Wongso Kembali Viral, Siapa yang Ada Dibalik Sianida?
GELARFAKTA.COM – Film dokumenter Ice Cold: Murder. Coffee and Jessica Wongso yang dirilis oleh Netflix beberapa hari lalu, langsung masuk dalam trending di media sosial X (Twitter).
Setelah film dokumenter ini rilis, netizen mulai mempertanyakan lagi siapa yang mencampur sianida ke dalam kopi Mirna Salihin.
Saat itu, pada tahun 2016 di sebuah kafe di Jakarta Mirna Salihin pingsan setelah minum es kopi yang diduga telah dicampur dengan sianida.
Sayangnya, sahabat Jessica Wongso yang berusia 27 tahun itu meninggal dalam perjalanan saat dilarikan ke rumah sakit.
Dari kasus ini selama empat bulan ke depan, sebuah sidang pembunuhan yang ditayangkan di televisi di Indonesia dan menarik perhatian luas termasuk media.
Sidang ini dengan cepat menjadi sangat kontroversial dan terkenal, sering dibandingkan dengan persidangan pidana O.J. Simpson di Amerika Serikat pada tahun 1995, yang kemudian diabadikan dalam sebuah film dokumenter oleh Netflix.
Mereka yang terlibat dalam persidangan memberi tahu produser Netflix bahwa bukti yang meyakinkan atas kesalahan Wongso sangat terbatas.
Terutama mengingat rekaman CCTV yang minim di kafe tempat Salihin minum kopi yang dipesan oleh Wongso.
Setelah Salihin pingsan, seorang pekerja kafe tersebut mengatakan kepada produser Netflix bahwa dia mencoba kopi tersebut dan menilai rasanya sangat buruk, tetapi dia tidak mengalami dampak buruk apapun setelah itu.
Walaupun selama persidangan yang ditayangkan di televisi, pengacara Wongso membuka dan mencium botol berisi kopi yang dicurigai dicampur sianida, dan mereka menyatakan melalui Netflix bahwa tidak ada sianida dalam kopi tersebut.
Akibat keterbatasan bukti, sebagian besar persidangan mengandalkan kesaksian saksi dan pendapat ahli.
Beberapa di antaranya terkait dengan kondisi mental Wongso, termasuk pseudosains yang mencurigakan yang mencoba mengaitkan ciri-ciri negatif dengan wajah Wongso.
Film dokumenter ini juga merujuk pada hasil tes post-mortem Salihin. Seorang pekerja dari Rumah Sakit Polri bersaksi bahwa usus Salihin mengalami kerusakan, dan mulutnya menghitam, yang diduga akibat keracunan sianida.
Namun, dalam persidangan, ahli patologi forensik menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan kematian Salihin disebabkan oleh keracunan sianida.
Produser film dokumenter berbicara dengan ayah Salihin, Edi Darmawan Salihin, yang menginginkan agar tidak dilakukan otopsi pada tubuh putrinya pada saat itu, meskipun polisi sebelumnya meminta rumah sakit untuk melakukannya.
Sebaliknya, hasil tes toksikologi yang dilakukan sekitar 70 menit setelah kematian Salihin menunjukkan bahwa tidak ada sianida dalam sistem tubuhnya.
Meskipun ada sedikit jejak sianida yang ditemukan dalam cairan perutnya beberapa hari setelah kematiannya, namun jumlahnya tidak memadai untuk menjadi penyebab kematian yang fatal.
Ahli patologi forensik dari Universitas Indonesia, Jaya Surya Atmaja, bersaksi bahwa kemungkinan besar jejak sianida tersebut disebabkan oleh bahan kimia pembalseman.
Selain itu, ahli patologi forensik Beng Beng Ong, yang datang dari Australia untuk memberikan kesaksian, termasuk di antara para ahli yang menyatakan kemungkinan kematian Salihin disebabkan oleh faktor lain, seperti stroke.
Selama empat bulan kasus ini berada di persidangan, sebuah sidang pembunuhan yang ditayangkan di televisi di Indonesia dan menarik perhatian luas termasuk media.
Mereka mengungkapkan bahwa teman dari Salihin yang sedang berkunjung dari Australia pada saat itu, Jessica Wongso, dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan beracun.
Akhirnya, Wongso dianggap bersalah dan dihukum 20 tahun penjara, meskipun hukuman ini kurang dari setengah dari tuntutannya.